Jumat, 09 Desember 2011


Bisnis Mutiara: Modal Masih Kendala


Besarnya keuntungan dari bisnis mutiara ternyata belum mampu membuat bank tertarik untuk membiayai bisnis ini. Besarnya risiko masih jadi alasan utama.

Tak ubahnya bisnis perikanan pada umumnya, bisnis budidaya kerang mutiara pun mengalami hambatan dalam hal permodalan. Seperti biasa, bank yang diharapkan bisa membantu para pengusaha mutiara keluar dari masalah permodalan, masih belum mau melirik bisnis dengan potensi pengembangan sangat besar ini.

Budiyanto Halim, pengusaha mutiara asal Nusa Tengara Barat menuturkannya kepada TROBOS. ?Kendala kita saat ini adalah masalah modal,? ujar Budi saat ditemui di pusat budidaya kerang mutiara miliknya yang terletak di Pulau Kalong, Desa Labuan Mapin, Kecamatan Alas Barat, Sumbawa. Ia mengaku, saat ini membutuhkan dana sekitar Rp 4 miliar untuk mengembangkan bisnis mutiaranya.
Berbagai usaha pun telah dilakukan, sampai mendatangi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. ?Saya pernah datang ke sebuah bank swasta. Saya tunjukkan semua bukti kinerja perusahaan, saya tunjukkan juga berapa keuntungan yang saya peroleh. Eh mereka malah tanya jaminan. Saya kasih kerang yang ada di laut mereka tidak mau, padahal itu nilainya besar. Alasannya takut mati,? kata Budi mengisahkan. Lanjutnya, ?Kita bahkan sudah undang mereka untuk datang ke sini (farm-red), agar mereka bisa tahu lebih dekat, tetapi mereka tidak mau datang?.
Padahal, pria yang telah 20 tahun malang melintang di bisnis mutiara ini menjamin, dalam jangka waktu 2 tahun seluruh pinjaman sudah dapat dikembalikan. ?Bukan cuma kembali, tetapi juga untung!? tandasnya. Pernyataan Budi tersebut bukan cuma omong kosong. Direktur Utama PT Selat Alas ini mengatakan, untuk mendapatkan modal awal membangun bisnis mutiara ini, pihaknya pernah meminjam dana dari perorangan dengan bunga 5% per bulan. ?Dengan bunga sebesar itu kita bisa kembalikan dengan tepat waktu. Apalagi bunga bank yang hanya 12% setahun,? ucap Budi enteng.
Pun meminjam uang dari lembaga keuangan dengan bunga 20 per tahun, pernah ditempuhnya. Semua kredit lunas tepat waktu. Sayangnya, modal yang ada di tangan masih belum cukup untuk mengembangkan usahanya. ?Kita baru punya modal untuk penambahan peralatan, tetapi untuk beli kerangnya belum ada,? imbuhnya.
Keuntungan Berlipat

Kendati butuh waktu cukup lama sampai panen, bisnis ini mampu mendatangkan margin luar bisa. Dari populasi sebanyak 10.000 kerang mutiara yang dipelihara, para pengusaha ini dapat mengantongi sedikitnya 10 kg mutiara.
Penjelasannya, jika memelihara 10.000 ekor kerang mutiara dari kecil, akan mengalami kematian sebesar 40% sampai pada bulan ke-dua dan sisanya yang 6.000 ekor masih akan mengalami kematian sebesar 10% sampai masa panen tiba. ?Paling-paling kita hanya bisa memanen mutiara dari 5.400 ekor kerang. Jika rata-rata menghasilkan 2 gr mutiara ( biasanya rata-rata 2,25 gr), kita bisa dapat lebih dari 10,8 kg,? tambahnya.
Harga mutiara-mutiara air laut ini juga tergolong sangat tinggi. Untuk mutiara yang berkualitas baik harganya bisa mencapai Rp 200.000-Rp 400.000 per gr. Menurut Budi, 75% mutiara yang dihasilkannya merupakan mutiara-mutiara yang berkualitas baik. Bisa dibayangkan, berapa besar keuntungan yang bakal diperoleh?

Budi mengaku, untuk memelihara 10.000 ekor kerang membutuhkan dana tak lebih dari Rp 1 miliar. Biaya tersebut masih bisa ditekan hingga hanya Rp 650 juta, karena Budi dapat menghasilkan kerang mutiara sendiri, dengan cara mengawinkan dan memeliharanya hingga ukuran siap suntik (istilah memasukkan benda asing ke kerang untuk menghasilkan mutiara). ?Kita bisa menghasilkan kerang mutiara sendiri. Kalo beli mahal, untuk ukuran siap suntik (di atas 10 cm) harganya dapat mencapai Rp 4.000/cm,? ungkapnya.

Keuntungan para pengusaha mutiara akan berlipat pada periode ke-dua pemanenan mutiara. Pasalnya, kerang mutiara dapat menghasilkan 2-3 butir mutiara selama siklus hidupnya. Jadi para pengusaha mutiara tidak perlu membeli kerang lagi untuk memanen mutiara yang kedua kalinya. ?Setelah mutiara yang pertama di panen, cukup disuntik ulang, maka dia akan menghasilkan mutiara lagi pada periode pemanenan berikutnya,? jelas Budi. Meski demikian, Budi mengakui, kualitas mutiara yang dihasilkan pada pemanenen kedua sedikit menurun. ?Tetapi hasil mutiaranya lebih besar. Rata-rata bisa mencapai 3,75 gr. Paling-paling keuntungannya berkurang sedikit,? tambahnya.
Untuk mendapatkan mutiara memang memerlukan waktu yang cukup lama. Paling tidak para pengusaha membutuhkan waktu 1,5-2 tahun pasca penyuntikan. ?Itu kalo kita beli kerang yang sudah siap suntik,? kata Budi. Jika memelihara kerang sejak kecil diperlukan waktu tambahan 1,5 tahun sampai mencapai ukuran siap suntik.
Selain mengambil keuntungan dari menjual mutiara, Budi juga dapat keuntungan dari menjual kerang-kerang mutiara siap suntik. Tidak semua pengusaha budidaya kerang mutiara bisa memproduksi kerang sendiri. ?Lumayan, permintaannya cukup tinggi, karena perusahaan mutiara di NTB ini juga cukup banyak,? ujarnya.
Menurut Ir Suniri, Kepala Seksi Bina Usaha Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinas K&P) NTB, sedikitnya ada 34 perusahaan yang bergerak di bisnis mutiara terdaftar di dinas K&P. Satu perusahaan merupakan perusahaan asing asal Jepang. ?Dari 34 perusahaan yang aktif hanya 27 saja,? katanya.

Meski demikian, Suniri juga mengakui banyak pengusaha mutiara di NTB yang tidak terdaftar di Dinas K&P. ?Jumlahnya mencapai 40-an,? tambahnya. Banyaknya perusahaan mutiara di NTB karena wilayah tersebut memiliki potensi alam yang masih baik untuk pengembangan kerang mutiara. Terutama wilayah perairannya yang cocok sebagai habitat bagi kerang yang bernama latin Pinctada maxima ini.

Selengkapnya baca Majalah TROBOS edisi Juli 2007
sumber: http://www.trobos.com

0 komentar:

Posting Komentar