Jumat, 09 Desember 2011



MedanBisnis – Medan. Agak susah memasuki toko ini lantaran bermacam-macam barang antik dan kuno ada di sini, Indonesian Art Shop di Jalan Halat, Medan. Barang-barang antik mulai dari cincin batu akik, kentongan semar, timbangan, alat-alat karawitan, tanduk rusa, patung Beethoven, jam dinding, pipa antik, ukiran, setrika besi, radio kuno, lukisan dan berjubel-jubel barang-barang lainnya di dalam lemari. Pantas saja kalau John Aidil (40) menyebut tokonya sebagai toko grosir barang antik. Sebab dari pengakuannya, baik pedagang barang antik maupun toko-toko barang antik datang ke tempat ini. Usia toko Indonesian Art Shop ini pun sudah tua, yakni 40 tahun. Sebelumnya di Jalan A. Yani, kemudian pindah ke Jalan Halat, sejak lima belas tahun belakangan.
Meski di pinggir jalan, tempatnya sedikit tertutup. Ia mengaku tidak berkeinginan untuk membuatnya mencolok agar tidak memutus rantai para pedagang/agen barang antik dengan pembeli. "Kita mengambil sisi mutualis saja, dengan kondisi ini tetap bisa hidup," ujarnya.

Ditemui MedanBisnis baru baru ini, ia sedang mengelap keramik/porslain China berumur ratusan tahun. Ia mengatakan bahwa di tempatnya terdapat barang-barang yang masuk dalam kategori jadul (jaman dulu) dan primitif. "Barang jadul adalah barang yang berumur paling tua 50 tahunan, misalnya bejana, sepeda ontel, proyektor sedangkan barang primitif adalah barang yang umurnya lebih dari 100 tahun, banyak lah di sini," Katanya. Menurut pengakuannya, di toko grosir barang antiknya, terdapat ratusan ribu barang-barang dalam berbagai bentuk, ukuran dan jenis.

Untuk menjalankan bisnis barang antik, menurutnya di kalangan pencinta barang antik ada motto atau klasifikasi khusus, yaitu indah, langka dan tua. "Tapi tidak semua yang tua bisa jadi barang antik. Piring yang kita pakai setiap hari, tidak bisa jadi barang antik karena selain ia tidak indah, ia diproduksi massal, mudah didapat, tidak langka," jelasnya. Keramik/porslain dari China memiliki nilai yang tinggi karena selain keindahannya juga faktor sejarah juga memengaruhi. "Ia dibuat untuk persembahan bagi raja, dari dinasti apa misalnya," lanjutnya.

Menurutnya, pembuatan barang-barang pada jaman dulu lebih lama karena menggunakan peralatan seadanya dan penuh penjiwaan. "Fabrikasi membuat nilai barang tidak memiliki jiwa, selain itu, barang sekarang hanya meniru pada desain dasar barang-barang antik," tambahnya.

Dari pengalaman John Aidil, menurutnya yang paling bernilai tinggi adalah barang-barang primitif, misalnya patung kayu dari Nias, Tapanuli Utara, Pak-pak Bharat, yang berusia lebih dari 500 tahun. "Barang seperti ini biasanya dirawat secara turun temurun sebagai benda warisan, yang kadang penggunaannya untuk disembah pada jaman dahulu," kata John.

Ditanya mengenai asal barang-barang antik ini John Aidil mengatakan bahwa semenjak dari dulu selalu didatangi oleh para pelacak barang antik yang menjualnya kepada mereka. Selain itu mereka juga "hunting" ke banyak tempat. Di tempat ini terdapat barang-barang dari seluruh dunia, dari balihung tua dari Sumatera Barat sampai pedang Rusia dan Portugis, botol minuman keras dari tanah zaman Belanda. "Kata yang menjual, ia mendapatkannya dari pinggir Sungai Deli, kadang kala kita dapat dari botot, kita beli dengan harga botot, kita jual dengan harga yang pantas untuk barang bernilai seni," katanya.

Namun ia mengeluhkan kurangnya perhatian terhadap barang-barang antik. Menurutnya, berbisnis barang antik adalah tentang pengatahuan sejarah daripada keuntungan. "Kita mestinya malu dengan bule-bule yang lebih mengenal sejarah, dan budaya kita, bahkan secara etimologis, sampai detil-detilnya, mestinya pengetahuan kita dulu, baru bicara keuntungan," katanya.
Kesulitan yang lain adalah banyaknya orang yang tidak mengerti tentang seni dan budaya.

"Bayangkan, seandainya kita tidak mengerti sejarah daripada orang bule, mereka membelinya, memilikinya, sedangkan kita pemilik asli yang tidak mengerti, apa bisa buat?" katanya. "Bukankah lama-kelamaan, orang yang mengerti akan musnah? Bagaimana setelah ini?" Tanya John.

Untuk itu, ia sangat mengharapkan adanya suatu sosialisasi yang bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan tentang barang-barang antik, dengan begitu ia bisa lebih mengenal sejarah dan menghargai hasil karya sebagai bagian kehidupan yang wajib dijaga kelestariannya.

0 komentar:

Posting Komentar