Minggu, 30 Oktober 2011


Analisis Politik: SBY dan Demokrat merosot, siapa menyalip (di tikungan)?

Large_large_pertemuankoalisi131011-2

Berita Terkait

JAKARTA: Kendati proses pemilihan presiden 2014 baru dimulai  dua setengah tahun lagi, namun  atmosfir persaingan di antara tokoh potensial pengganti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai terasa.

Bahkan atmosfir tersebut mulai sedikit memanas seiring dengan kian turunnya popularitas Presiden SBY yang pada Pilpres 2009 meraih lebih dari 60% dukungan publik.

 
Fenomena tersebut, selanjutnya, telah membuat hampir tidak ada media massa yang tidak tertarik dengan pemberitaan soal suksesi kepemimpinan nasional, tentunya dengan versi dan selera tersendiri. Bukan hanya itu, pembatasan masa jabatan presiden yang hanya membolehkan SBY berkuasa selama dua periode, juga telah menjadi titik awal bagi parpol untuk mengelus-elus jago yang akan diusung ke gelanggang laga Pilpres 2014.

 
Tidak ada yang salah dengan mengelus jago lebih awal karena memang laga Pilpres menuntut persiapan yang maksimal, baik dari sisi peningkatan kapasitas, popularitas maupun kemampuan finansial. Tidak heran pula sejumlah tokoh yang mulai digadang-gadang parpol maupun kelompok tertentu mulai berbenah diri.

 
Pembentukan opini publik, kunjungan ke daerah-daerah pemilih potensial pun mewarnai kegiatan bakal capres 2014. Termasuk juga di antaranya upaya membangun citra melalui penampilan mereka di ruang publik melalui media massa cetak maupun elektronik.
 

Mereka sadar betul bahwa tanpa media yang berperan menyebarluaskan visi dan misi mereka, popularitas mereka dimata publik akan sulit terdongkrak. Mereka lebih sadar lagi kalau tabiat masyarakat yang suka menonton televisi dan membaca koran merupakan peluang untuk meningkatkan popularitas yang tidak bisa diabaikan.

 
Memang tidak ada yang salah dengan semua kegiatan ‘menjual diri’ tersebut. Tidak salah pula kalau mereka sudah mulai memanaskan atmosfir persaingan Pilpres 2014 melalui berbagai manuver politik.


Lihat saja Partai Golkar yang sudah memutuskan Aburizal Bakrie sebagai capres 2014 melalui Rapat Pimpinan Nasional II kemarin. Meski belum resmi mendeklarasikan diri, bagi Golkar keputusan untuk mencapreskan Ketua Umum Partai Golkar itu tentu punya alasan tersendiri.

 
Golkar tidak ingin mengulang sejarah pencapresan Jusuf Kalla (JK) yang hanya berselang dua bulan menjelang laga Pikpres 2009. Keterbatasan waktu itu telah membuat JK yang juga ketua umum Partai Golkar saat itu kemudian kalah start dari capres lain untuk menyosialisasikan visi dan misinya.

Karena itu pulalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Syarif Cicip Soetardjo dalam sambutannya pada Rapimnas meminta kader Golkar untuk tidak lagi berwacana soal siap capres 2014. Alasannya, capresnya sudah jelas dan terang-benderang, yakni Aburizal Bakrie sang ketua umum.

 
Lain lagi halnya dengan Ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang tidak secara tegas menolak arus dukungan dari para kadernya untuk maju ke Pilpres 2014. Namanya pun masuk dalam sejumlah survei kandidat presiden yang diinginkan masyarakat.

Putri Proklamator RI, Sukarno, itu bahkan tercatat sebagai capres dengan tingkat popularitas tertinggi (19,6%) di antara nama besar lainnya. Menurut survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) itu, Megawati lebih populer dibanding Prabowo Subianto (10,8%) dan Aburizal Bakrie (8,9%).

 
Meningkatnya popularitas Megawati tiak lepas dari aktivitasnya berkunjung ke daerah-daerah selain sering muncul di media massa akhir-akhir ini. Hanya saja Ketua MPR Taufiq Kiemas yang tidak lain adalah suaminya menginginkan PDIP memajukan capres berusia muda pada Pilpres 2014.

 
Untuk Partai Demokrat, lain lagi ceritanya. Meski Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie menyatakan bahwa capres dari partai tersebut baru akan diumumkan pada tahun depan, namun sejumlah nama sudah mulai muncul ke permukaan. Sebut saja misalnya Ani Yudhoyono, Djoko Suyanto dan Anas Urbaningrum yang masuk dalam deretan daftar capres yang diinginkan public maupun internal partai.

 
Menurut Marzuki siapa capres dari Demokrat, akan ditentukan oleh Majelis Tinggi beranggotakan sembilan orang  yang diketuai oleh Presiden SBY selaku Ketua dewan Pembina Partai Demokrat. Sayangnya sejauh ini sejumlah lembaga survei belum menempatkan tiga nama tersebut sebagai capres terpopuler untuk Pilpres 2014 mendatang.


Untuk survei yang dilakukan Reform Institute, misalnya, Ani Yudhoyono hanya meraih popularitas 4,13%, atau jauh di bawah Jusuf Kalla (7,06) dan Hidayat Nurwahid (5,17). Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa berdalih belum terangkatnya pularitas kader Partai Demokrat karena partai tersebut belum menetapkan siapa capres dari partai pemenang pemilu 2009 tersebut.

 
Memang, masyarakat tidak harus serta-merta percaya kepada hasil survei cpres 2014 karena sejumlah hasil survei tersebut ternyata memunculkan tokoh berbeda sebagai calon pengganti Presiden SBY.


Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) merilis hasil survei terbarunya yang menyimpulkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto memiliki peluang terbesar dengan tingkat popularitas 28,1%. Hanya saja survei itu tidak memasukkan nama Megawati Soekarnoputri yang menjadi saingan Prabowo dalam beberapa survei lain.


Hal survei itu pun berbeda dari Survei Reform Institute yang menyimpulkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden paling populer dengan suara 13, 58%. Sementara Prabowo Subianto hanya meraih 8,46% suara.


Akan tetapi terlepas dari percaya atau tidak pada hasil survei tersebut, setidaknya masyarajkat telah mendapat gambaran atas siapa saja nama-nama yang sudah mulai mengapung ke permukaan untuk masuk ke medan laga Pilpres 2014.


Paling tidak, nama-nama tersebut mulai akan menjadi perhatian publik terlepas dari kapan mereka akan mendeklarasikan diri sebagai capres 2014. Bahkan kalaupun mereka tidak maju sebagai capres, masyarakat sudah memiliki perbandingan untuk menjatuhkan pilihan pada partai politik yang akan mengusung tokoh tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar