Minggu, 30 Oktober 2011


Urusan divestasi Newmont tak kunjung beres

Large_foto-newmont

Berita Terkait

JAKARTA: Pemerintah akan menemui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna mencari penyelesaian terkait kisruh pembelian 7% saham, program divestasi  PT Newmont Nusa Tenggara periode 2010.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan apabila memang penyelesaian pembelian saham Newmont itu harus seizin DPR, pemerintah tentunya akan mengikuti prosedur tersebut.

"Ini [pembelian saham Newmont] kan bukan urusan pemerintah saja, tetapi menyangkut DPR, BPK [Badan Pemeriksa Keuangan], dan perusahaan juga. Kalau memang harus pakai izin DPR, ya akan segera akan kita bicarakan," ujarnya, akhir pekan (28 Oktober).

Menurut dia, semua pihak yang terlibat dalam pembelian saham divestasi Newmont oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) tentunya harus setuju dulu, baru transaksi pembelian itu dapat dilaksanakan.

"Kalau sekarang yang era demokrasi desentralisasi ini lebih susah. Semua pihak harus setuju dulu. Tetapi ada bagusnya juga karena kalau semuanya sudah setuju, jalaninnya juga sama-sama. Sekarang ikut aturannya saja," kata Widjajono.

Untuk diketahui, pemerintah (Kementerian Keuangan) dan Newmont Nusa Tenggara Patnership BV telah mencapai kesepakatan untuk menuntaskan saham 7% tersebut melalui penandatanganan sale and purchase agreement (SPA) pada 6 Mei 2011.

Pemerintah telah menugaskan Pusat Investasi Pemerintah untuk membeli saham dengan nilai USS246,8 juta. Transaksi itu sendiri tejah dilaporkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 9 Mei 2011. Namun, pembelian itu masih menjadi masalah.

Komisi XI DPR masih berupaya untuk mengagalkan pembelian 7% saham divestasi NNT dengan cara meminta bantuan BPK untuk melakukan audit. Hasilnya, BPK menemukan penggunaan APBN dalam pembelian saham perusahaan tambang emas tersebut.

Berangkat dari opini BPK tersebut, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, yang diusung oleh Partai Golkar, akan memanggil Menteri Keuangan. Dia menilai investasi yang dilakukan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) tersebut melanggar ketentuan sehingga harus dibatalkan.

Di sisi lain, Pemda NTB melalui PT Multi Daerah Bersaing-Konsorsium PT Daerah Maju Bersaing (Perusda NTB) dengan PT Multicapital-telah menguasai 24% saham divestasi 2006-2009. (ea)
 

0 komentar:

Posting Komentar