Minggu, 30 Oktober 2011


Minggu, 30 Oktober 2011 | 15:55 WIB
Large_lion__3_

Berita Terkait

JAKARTA: Manajemen maskapai Lion Air menyatakan agar ketentuan yang mengatur asuransi delay sebaiknya dilakukan secepatnya. Bahkan nilai santunan untuk keterlambatan pesawat mesti dinaikkan menjadi Rp1 juta per 4 jam.

"Peraturan Menteri Perhubungan [Permenhub] No.77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara seharusnya secepatnya diberlakukan karena untuk memberi kepastian hukum kepada maskapai," kata Direktur Utama PT Mentari Lion Air (Lion Air) Rusdi Kirana di Batam, akhir pekan (28 Oktober).

Pernyataan Rusdi ini seusai penandatanganan penggunaan lahan untuk pendirian hanggar milik Lion Air di Bandara Hang Nadim, yang dilakukan bersama Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Mustafa Widjaja.

Rusdi mengatakan selama ini proses pemberian santunan kepada penumpang yang mengalami kecelakaan pesawat memerlukan proses lewat pengadilan, sehingga cairnya santunan memerlukan waktu lebih lama serta jumlahnya tak menentu.

Permenhub (PM) No.77/2011 menyebutkan ganti rugi tunai terhadap penumpang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan sebesar Rp1,25 miliar. Sebelumnya, penumpang meninggal biasa diberi santunan Rp200 juta.

Soal ganti rugi keterlambatan atau delay pesawat, Rusdi bahkan secara tegas menyatakan ganti rugi akibat delay yang ditetapkan dalam Permenhub No.77 sebesar Rp300.000 per empat jam terlalu kecil.

"Kalau Rp1 juta per 4 jam itu cocok, karena tidak dapat menggantikan waktu yang terbuang, juga memberikan efek agar maskapai dan bandara berbenah memberikan yang terbaik," tutur dia.

Pernyataan Rusdi seiring semakin berbenahnya maskapai ini untuk meningkatkan ketepatan waktu atau on time performace (OTP) yang diklaim saat ini mendekati 90%. Semakin rendah OTP, maskapai itu semakin sering delay.

"Saya akui OTP Lion Air beberapa waktu lalu sempat jelek yakni sekitar 66,45%. Namun setelah melakukan perbaikan, OTP berhasil naik menjadi 89%. Kami optimistis angka OTP di atas 80% itu bisa dipertahankan," tegasnya.

Soal OTP ini, Kementerian Perhubungan sempat mempublikasikan bahwa Lion Air merupakan yang terendah dibanding maskapai lain di Tanah Air, artinya maskapai ini sering delay. Akibatnya, Lion Air sempat diminta mengurangi jumlah pesawat yang terbang hingga terjadi keseimbangan antara alat produksi dengan produksinya sendiri.

Soal santunan bagasi hilang, menurut Rusdi, ganti rugi per barang di bagasi Rp4juta itu terlalu mahal, karena sulit membuktikan hilangnya barang karena kesalahan maskapai atau disengaja penumpang.

"Kami tidak setuju dengan jumlah ganti rugi bagasi yang Rp4 juta per barang. Bisa jadi itu menjadi modus mereka, tas diisi batu, lalu diambil temannya, si pemilik mengaku barangnya hilang. Ini yang harus diantisipasi, lebih baik kembali saja ke peraturan sebelumnya, penggantian berdasarkan per kilogram," kata dia.

Pernyataan Rusdi mengenai ganti rugi bagasi hilang senada dengan Indonesia National Air Carriers Association (INACA). Sekjen INACA Tengku Burhanuddin sebelumnya menyatakan soal ini harus ditinjau ulang, setidaknya dikembalikan ke peraturan sebelumnya.

Namun soal penerapan asuransi delay, atau ganti rugi keterlambatan, menurut Tengku, seharusnya jangan diberlakukan ketentuan Permenhub No.77. "Soal asuransi delay, biar saja diberlakukan sesuai KM 25/2008 yang sudah berlaku saat ini," katanya.

Menurutnya, sesuai KM 25/2008  maskapai wajib memberikan kompensasi makanan ringan dan minuman jika pesawat delay 30 menit - 90 menit. Selain itu, maskapai wajib menambah makanan berat hingga memberikan akomodasi untuk diangkut penerbangan hari berikutnya jika pesawat terlambat lebih dari 180 menit atau maskapai membatalkan penerbangan.

Masih menurutnya, keputusan memberikan kompensasi keterlambatan bergantung pada masing-masing maskapai. "Karena ada maskapai yang full service dan low cost carrier atau berbiaya rendah, tidak semua bisa diganti uang," tuturnya.

Ketua Umum INACA Emirsyah Satar menyatakan hal senada. "Kami sudah meminta ini untuk dikaji kembali. Sekarang ada tim bernegosiasi dengan pemerintah," ungkap dia. (ea)

0 komentar:

Posting Komentar